JAKARTA – Koalisi Ayam Sejahtera mendesak pemerintah dan dunia usaha untuk serius mengendalikan resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) pada industri peternakan ayam. Mereka mengajak warga untuk menandatangani deklarasi yang mendukung ‘Gerakan Ayam Sejahtera Agar Konsumen Aman, Terhindar dari Resistensi Antimikroba’. Aksi yang diikuti sekitar 110 ibu-ibu, kaum muda dan kelompok lainnya itu dilaksanakan di Car Free Day, kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat pada Minggu pagi, 27 November 2022. 

“Kami mendorong penanggulangan AMR dengan komitmen bersama kesejahteraan hewan ternak yang baik atau Better Chicken Commitment/BCC, ” kata Manajer World Animal Protection (WAP) Indonesia, Rully Prayoga membacakan pernyataan sikap bersama.  Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan,  ada 1,2 juta kematian di Indonesia akibat antibiotik yang tidak mempan lagi terhadap infeksi tertentu.

Koalisi Ayam Sejahtera merupakan komunitas yang beranggotakan WAP, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Animal Friends Jogja,  Animal Don’t Speak Human,  SKN, dan kelompok relawan lainnya.  Aksi ini dilakukan untuk memperingati Pekan Kesadaran Resistensi Antimikroba Sedunia setiap tanggal 18-24 November. WHO menetapkan peringatan tahun ini temanya adalah “Bersama Mencegah Resistensi Antimikroba.”

Rully Prayoga menegaskan pentingnya peningkatan pengawasan penggunaan antibiotik di peternakan. “Sebagai upaya pencegahan agar tidak semakin banyak masyarakat yang mengalami resisten antimikroba,” kata Rully dalam siaran pers-nya. 

Indonesia merupakan negara dengan populasi unggas terbesar ketiga di dunia. 

Berdasarkan temuan WAP, 13.000 ton antibiotik digunakan oleh sektor peternakan di seluruh dunia. Jumlah 13 ribu ton tersebut  lebih banyak  dibandingkan dengan penggunaan oleh manusia. 

“Koalisi Ayam Sejahtera mendorong terbentuknya standar kesejahteraan ayam broiler dan petelur di Indonesia yang lebih tinggi dengan mengadopsi standar global FARM BCC  dan menerapkan sistem bebas kandang baterai—khususnya untuk ayam petelur. Peningkatan kesejahteraan bersama dengan pengawasan ketat atas penggunaan antibiotika juga diharapkan dapat menghentikan praktik penggunaan antibiotik berlebih dalam peternakan,” tulis Animal Friends Jogja dalam pernyataannya. 

Animal Dont Speak Human menyatakan bahwa banyaknya penggunaan antibiotik di sektor peternakan merupakan indikator yang menggambarkan parahnya pemenuhan standar kesejahteraan hewan oleh peternak terhadap ayam yang berada di fasilitasnya. 

“Jika pemenuhan kesejahteraan hewan dilakukan dengan standar yang tinggi, maka ayam tidak mudah sakit dan dengan demikian peternak tidak perlu memberikan antibiotik berlebihan kepada ayam-ayamnya. Lebih lanjut, pengawasan terhadap peredaran antibiotik perlu untuk diawasi secara ketat karena banyaknya temuan di lapangan bahwa antibiotik dapat dengan mudah dibeli di tempat perbelanjaan virtual,” ujar Animal Dont Speak Human.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menegaskan bahwa ayam yang sejahtera adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan aspek keamanan pangan yang merupakan hak asasi masyarakat konsumen. Oleh karena itu, YLKI meminta agar pemerintah dan peternak ayam menjamin bahwa yang didistribusikan pada konsumen adalah daging ayam broiler yang sehat dan sejahtera yang menjadi prasyarat untuk mewujudkan keamanan produk daging ayam tersebut. 

Daging ayam merupakan produk pangan yang sangat penting untuk memasok kebutuhan protein hewani. Jangan sampai daging ayam yang dikonsumsi masyarakat atau konsumen tercemar AMR, yang merupakan ekses dari ayam yang diternakkan  secara yang tidak sehat dan sejahtera. 

Ancaman terhadap AMR terlihat dari hasil riset yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS) dan World Animal Protection (WAP) pada tahun 2020. 

Riset ini  menemukan sampel daging ayam potong yang tercemar bakteri kebal antibiotik yang kebal terhadap hampir empat jenis antibiotik yang sangat penting bagi manusia menurut WHO, yaitu kolistin, meropenem, ciprofloxacin dan sulfamethoxazole. Diduga sampel tersebut berasal dari peternakan yang menggunakan antibiotik secara masif dan tata laksana kesejahteraan hewan yang sangat rendah.

Share To Your Friend :
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on telegram
Telegram
Share on whatsapp
WhatsApp

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Terkait