Yogyakarta merupakan kota yang layak disebut sebagai “Indonesia Mini” karena banyaknya pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, dengan adat dan budaya yang sangat beragam. Secara positif keberagaman tersebut menjadi kekayaan sosial yang bisa menambah khasanah persaudaraan. Namun di sisi lain, juga rentan terhadap gesekan sosial, khususnya di kalangan anak muda. Gesekan yang sering berujung pada perselihan tersebut biasanya yang berasal dari prasangka negatif dan justifikasi buruk kepada kelompok tertentu karena perbedaan sosial, adat dan budaya.
Fenomena gesekan sosial tersebut menginspirasi mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY) untuk berkontribusi meningkatkan kerukunan sosial yang telah terjalin selama ini di Yogyakarta. Salah satunya melalui film pendek yang diberinya judul Olo Ketoro. Misi dari film yang disutradarai oleh Awanda Septiandani mahasiswa Ilmu Komunikasi UTY tersebut, untuk mengkampanyekan ‘kerukunan sosial”, dengan cara mengajak para pemuda untuk berpikir positif dan tidak mudah berprasangka negatif serta mudah menjatuhkan justifikasi buruk pada kelompok tertentu yang berasal dari daerah lain yang memiliki adat dan budaya yang berbeda.
Judul Olo Ketoro, yang berarti “yang tidak baik akan kelihatan”, diangkat sebagai bentuk kepedulian sosial Prodi Ilmu Komunikasi UTY terhadap rasa persaudaraan kepada sesama masyarakat yang berasal dari berbagi wilayah Indonesia untuk dapat saling menghormati dan menghargai.
Film yang terinspirasi dan diangkat dari pengalaman nyata seorang mahasiswa dalam pergaulan sehari-hari di Yogyakarta tersebut berkisah tentang seorang mahasiswa asal Yogyakarta (sebut saja Aldi) yang memiliki prasangka yang kurang baik terhadap suatu kelompok muda/mahasiswa dari daerah lain, yang memiliki adat, budaya dan kebiasaan yang berbeda dengannya.
Dikisahkan, Aldi merasa bahwa seorang mahasiswa yang berasal dari kelompok lain tersebut telah bersikap kurang menyenangkan kepadanya. Berdasarkan pengalaman dari salah satu oknum, dan stereotype yang ia miliki selama ini, membuat Aldi selalu berprasangka buruk kepada semua orang yang memiliki ciri fisik sebagaimana kelompok tersebut.
Akan tetapi, diceritakan selanjutnya Aldi memiliki suatu kejadian yang membuatnya harus berinteraksi dengan Ondo, salah seorang mahasiswa dari kelompok tersebut. Dari kejadian dan interaksi tersebut, ternyata jauh dari apa yang telah ada dalam pikiran dan prasangka buruk Aldi selama ini. Sehingga, mengubah pandangannya dan menyadarkannya bahwa stereotype dan justifikasi buruk terhadap masyarakat kelompok tersebut adalah salah. Berawal dari kejadian tersebut, Aldi dan Ondo pun berteman baik.
Film pendek yang diikutsertakan ke berbagai festival film ini diharapkan dapat mendorong kesadaran masyarakat akan rasa persaudaraan demi mewujudkan persatuan Republik Indonesia. Sang sutradara, Awanda Septiandani menyatakan bahwa terdapat kebutuhan mendesak untuk segera menyebarkan pesan kerukunan setidaknya kepada lingkungan terdekat.
0 Komentar